Sabtu, 31 Oktober 2015

MALAS



 MALAS

Hewan adalah gambaran yang paling mudah sebagai contoh mengenali kemalasan. Hewan tidak pernah mempunyai cita –cita atau idealisme hidup dan memikirkan masa depan. Secara umum hewan cenderung berfikir jangka pendek. Hari ini, ia mencari makanan hingga kenyang dan kembali ke kandangnya. Ia tidak berfikir hari esok, karena ia pragmatis, bisa melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan kemarin. Ia sudah merasa puas ketika perutnya kenyang. Sebagai contoh, dalam kondisi lapar, kambing yang ada di dalam kandang akan bikin ulah dan menimbulkan suara berisik. Manusia yang tidak mempunyai idealisme akan seperti kambing yang malas. Berperilaku kekinian tanpa memikirkan hari esok. Masa depan dipikirkan kemudian,ia tidak ingin dibebani sesuatu yang belum tiba saatnya.
               Memang ironis kalau manusia harus disejajarkan dengan hewan. Namun fakta, di dalam Al – Qur’an, memang sering dijadikan hewan sebagai perumpamaan untuk mendidik manusia. Allah sering menggambarkan watak – watak hewan yang baik maupun buruk untuk dijadikan pelajaran bagi manusia. Hewan yang sering disebut – sebut di dalam Al – Qur’an misalnya saja anjing, kera, babi, lebah, semut dan masih banyak lagi. Ia memberikan pelajaran bagi manusia agar melakukan intropeksi melalui pengenalan watak yang baik dan tidak baik, agar dapat mencapai derajat kesempurnaan. Lebah misalnya, ada jenis serangga yang syarat dengan contoh perilaku yang baik. Ia termasuk serangga pekerja keras yang patut dipuji. Umurnya tidak lama, justru itulah ia berusaha memanfaatkan wantu pendek untuk memberi banyak manfaat buat ratu lebah dan juga buat manusia. Umur manusia berlipat – lipat kali dari umur lebah. Sudah semestinya kebaikan manusia berlipat kali dengan yang dilakukan lebah. Seolah – olah lebah tidak pernah melakukan pekerjaan untuk dirinya sendiri. Lalu buat siapa sesungguhnya lebah berbuat. Apa yang ia lakukan hanya diperuntukan buat sang ratu lebah. Ratu lebeh bertanggung jawab melahirkan generasi lebah yang berkualitas. Tak terlintas dibenaknya, apa yang akan dia dapat dengan kerja kerasnya itu. Seluruh prajurit lebah dikerahkan buat sang ratu untuk menyiapkan perbaikan masa depan generasi. Para prajurit lebah tidak perlu bertanya untuk apa mereka bekerja keras, biarkan hasil yang akan menjawabnya. Tentu saja, jika mahluk Allah bekerja keras untuk kemanfatan orang lain, sudah barang tentu setia diri pasti akan menikmati jerih payahnya. Talang yang mengalirkan air, secara otomatis ia akan terkena basahnya air.
               Orang rajin maupun malas pada hakekatnya buat dirinya. Kemalasan seseorang disebabkan karena tidak berusaha menanfaatkan potensi diri untuk hal – hal yang produktif. Mereka tidak melatih kepekaan fikiran, mata, telinga dan hatinya untuk mengolah peluang dan tantangan. Mereka tidak mau beresiko dalam mengarungi hidup ini. Seperti hewan, apa yang ia lakukan hanya untuk kepentingan perut dan kesenangan nafsu sesaat.
               Agar hidup penuh gairah, setiap diri harus menciptakan tantangan di dalam dirinya. Kampung dari kalangan keluarga ekonomi lemah. Ia memiliki cita – cita tinggi berharap bisa kuliah di universitas Harvard.  Bagaikan pungguk merindukan bulan. Tapi bagi jiwa petualang ia berusaha menembus batas- batas keniscayaan. Belajar giat, menggalang prestasi dan mencari sponsor untuk membiayai belajarnya. Realita membuktikan,semua yang dicit a – citakan dapat terwujud. Apa yang tidak dapat diraih di dunia ini? Sedangkan keinginan – keinginan itu semuanya ada di dunia ini, di dunia yang nyata. Jika orang lain bisa, kenapa saya tidak bisa? Dia bertanya pada dirinya, namun ia juga mencari jawabannya. Kebanyakan manusia pandai melahirkan pertanyaan, tapi sayang orang lain yang diminta menjawab. Sebaik – baik manusia adalah orang yang bisa menjawab pertanyaan orang lain, apalagi pertanyaan dari diri sendiri. Kita mesti sadar, bahwa orang lain tidak merasa senang melihat kita senang, sebaliknya orang merasa senang ketika melihat diri kita sedih. Gambaran ini ada dalam surat Ali Imron. (3.120)
               “ jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi  jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.
               Lalu dengan alasan apa lagi untuk mengelak bahwa manusia sering melindungi diri dari kemalasannya. Kebanyakan manusia senang mengemis kepada orang lain untuk kesuksesan dirinya. Kita memang butuh orang lain dalam mencapai kesuksesan, tapi bukan menunggu mereka mengulurkan tangan untuk membantu. Kita harus berusaha menghadirkan potensi orang lain, kita jadikan pendorong kesuksesan yang kita bangun. Seorang peternak lebah, berfikir keras bagaimana cara menghadirkan lebah agar tidak masuk ke sarang yang ia buat. Ia juga tidak perlu bertanya kepada lebah tentang makanan yang ia sukai. Cukuplah belajar mengamati perilaku lebah.
               Fakta membuktiakan kebanyakan manusia kurang memiliki gairah dan greget melawan kemalasan dirinya. Lingkungan sangat berpengaruh membentuk perilaku kemalasannya. Orang yang malas biasanya tinggal di lingkungan yang tidak menantang. Keseharian ia banyak bersentuhan dengan sahabat yang berperilaku hidup apa adanya. Pepatah jawa bilang  “ mangan oran mangan seng penting kumpul”.  (makan maupun tidak makan yang penting berkumpul). Pepatan yang diisukan oleh para penjajah yang berharap agar kita menjadi bangsa pemalas.
               Hingga hari ini kita melihat sendiri, negara kita adalah negara agraris dan maritime. Faktanya, kita belum bisa memenuhi kebutuhan bahan pangan, yang mestinya bisa dicukupi secara mandiri. Kebutuhan barang elektronik kita masih memilih impor . padahal impor hanya mementingkan keuntungan individu sesaat, tanpa berfikir jangka panjang. Manusia masih jauh kalah dengan lebah yang hidupnya dikerahkan untuk generasi yang akan datang. Tidak perlu bertanya kepada orang lain, karena sesungguhnya kita sudah punya jawaban.