MALAS
Hewan adalah gambaran yang paling mudah sebagai contoh
mengenali kemalasan. Hewan tidak pernah mempunyai cita –cita atau idealisme
hidup dan memikirkan masa depan. Secara umum hewan cenderung berfikir jangka
pendek. Hari ini, ia mencari makanan hingga kenyang dan kembali ke kandangnya.
Ia tidak berfikir hari esok, karena ia pragmatis, bisa melakukan hal yang sama
seperti apa yang dilakukan kemarin. Ia sudah merasa puas ketika perutnya
kenyang. Sebagai contoh, dalam kondisi lapar, kambing yang ada di dalam kandang
akan bikin ulah dan menimbulkan suara berisik. Manusia yang tidak mempunyai
idealisme akan seperti kambing yang malas. Berperilaku kekinian tanpa
memikirkan hari esok. Masa depan dipikirkan kemudian,ia tidak ingin dibebani
sesuatu yang belum tiba saatnya.
Memang
ironis kalau manusia harus disejajarkan dengan hewan. Namun fakta, di dalam Al
– Qur’an, memang sering dijadikan hewan sebagai perumpamaan untuk mendidik
manusia. Allah sering menggambarkan watak – watak hewan yang baik maupun buruk
untuk dijadikan pelajaran bagi manusia. Hewan yang sering disebut – sebut di
dalam Al – Qur’an misalnya saja anjing, kera, babi, lebah, semut dan masih
banyak lagi. Ia memberikan pelajaran bagi manusia agar melakukan intropeksi
melalui pengenalan watak yang baik dan tidak baik, agar dapat mencapai derajat
kesempurnaan. Lebah misalnya, ada jenis serangga yang syarat dengan contoh
perilaku yang baik. Ia termasuk serangga pekerja keras yang patut dipuji.
Umurnya tidak lama, justru itulah ia berusaha memanfaatkan wantu pendek untuk
memberi banyak manfaat buat ratu lebah dan juga buat manusia. Umur manusia
berlipat – lipat kali dari umur lebah. Sudah semestinya kebaikan manusia
berlipat kali dengan yang dilakukan lebah. Seolah – olah lebah tidak pernah
melakukan pekerjaan untuk dirinya sendiri. Lalu buat siapa sesungguhnya lebah
berbuat. Apa yang ia lakukan hanya diperuntukan buat sang ratu lebah. Ratu lebeh
bertanggung jawab melahirkan generasi lebah yang berkualitas. Tak terlintas
dibenaknya, apa yang akan dia dapat dengan kerja kerasnya itu. Seluruh prajurit
lebah dikerahkan buat sang ratu untuk menyiapkan perbaikan masa depan generasi.
Para prajurit lebah tidak perlu bertanya untuk apa mereka bekerja keras,
biarkan hasil yang akan menjawabnya. Tentu saja, jika mahluk Allah bekerja
keras untuk kemanfatan orang lain, sudah barang tentu setia diri pasti akan
menikmati jerih payahnya. Talang yang mengalirkan air, secara otomatis ia akan terkena
basahnya air.
Orang
rajin maupun malas pada hakekatnya buat dirinya. Kemalasan seseorang disebabkan
karena tidak berusaha menanfaatkan potensi diri untuk hal – hal yang produktif.
Mereka tidak melatih kepekaan fikiran, mata, telinga dan hatinya untuk mengolah
peluang dan tantangan. Mereka tidak mau beresiko dalam mengarungi hidup ini.
Seperti hewan, apa yang ia lakukan hanya untuk kepentingan perut dan kesenangan
nafsu sesaat.
Agar
hidup penuh gairah, setiap diri harus menciptakan tantangan di dalam dirinya.
Kampung dari kalangan keluarga ekonomi lemah. Ia memiliki cita – cita tinggi
berharap bisa kuliah di universitas Harvard.
Bagaikan pungguk merindukan bulan. Tapi bagi jiwa petualang ia berusaha
menembus batas- batas keniscayaan. Belajar giat, menggalang prestasi dan
mencari sponsor untuk membiayai belajarnya. Realita membuktikan,semua yang
dicit a – citakan dapat terwujud. Apa yang tidak dapat diraih di dunia ini?
Sedangkan keinginan – keinginan itu semuanya ada di dunia ini, di dunia yang
nyata. Jika orang lain bisa, kenapa saya tidak bisa? Dia bertanya pada dirinya,
namun ia juga mencari jawabannya. Kebanyakan manusia pandai melahirkan
pertanyaan, tapi sayang orang lain yang diminta menjawab. Sebaik – baik manusia
adalah orang yang bisa menjawab pertanyaan orang lain, apalagi pertanyaan dari
diri sendiri. Kita mesti sadar, bahwa orang lain tidak merasa senang melihat
kita senang, sebaliknya orang merasa senang ketika melihat diri kita sedih.
Gambaran ini ada dalam surat Ali Imron. (3.120)
“ jika
kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira
karenanya. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun
tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala
apa yang mereka kerjakan.
Lalu
dengan alasan apa lagi untuk mengelak bahwa manusia sering melindungi diri dari
kemalasannya. Kebanyakan manusia senang mengemis kepada orang lain untuk
kesuksesan dirinya. Kita memang butuh orang lain dalam mencapai kesuksesan,
tapi bukan menunggu mereka mengulurkan tangan untuk membantu. Kita harus
berusaha menghadirkan potensi orang lain, kita jadikan pendorong kesuksesan
yang kita bangun. Seorang peternak lebah, berfikir keras bagaimana cara
menghadirkan lebah agar tidak masuk ke sarang yang ia buat. Ia juga tidak perlu
bertanya kepada lebah tentang makanan yang ia sukai. Cukuplah belajar mengamati
perilaku lebah.
Fakta
membuktiakan kebanyakan manusia kurang memiliki gairah dan greget melawan
kemalasan dirinya. Lingkungan sangat berpengaruh membentuk perilaku
kemalasannya. Orang yang malas biasanya tinggal di lingkungan yang tidak
menantang. Keseharian ia banyak bersentuhan dengan sahabat yang berperilaku
hidup apa adanya. Pepatah jawa bilang “
mangan oran mangan seng penting kumpul”.
(makan maupun tidak makan yang penting berkumpul). Pepatan yang diisukan
oleh para penjajah yang berharap agar kita menjadi bangsa pemalas.
Hingga
hari ini kita melihat sendiri, negara kita adalah negara agraris dan maritime.
Faktanya, kita belum bisa memenuhi kebutuhan bahan pangan, yang mestinya bisa
dicukupi secara mandiri. Kebutuhan barang elektronik kita masih memilih impor .
padahal impor hanya mementingkan keuntungan individu sesaat, tanpa berfikir
jangka panjang. Manusia masih jauh kalah dengan lebah yang hidupnya dikerahkan
untuk generasi yang akan datang. Tidak perlu bertanya kepada orang lain, karena
sesungguhnya kita sudah punya jawaban.